Pentingnya Menjaga Hubungan dengan Ipar
Sunday, 15 February 2015
Ipar Adalah Maut 
Seringkali para suami / istri mengabaikan permasalahan berhubungan 
komunikasi dan bergaul dengan ipar – ipar mereka, sehingga tak jarang 
mereka kerap akrab, bergaul tanpa batas, bahkan saat sang Ipar tinggal 
bersama 1 rumah, suami / istri kerap kali melalaikan etika Islam dalam 
hal berbusana, istri tak canggung memakai busana minim didepan Ipar 
lelakinya, begitu juga sang Ipar adik istri tak canggung menggunakan 
busana seenaknya di depan suami kakaknya .. 
Akibatnya, banyak kasus terjadi, dari mulai pandangan hingga 
boncengan berujung kepada janjian dan terjadilah kecelakaan, ini semua 
akibat dari kelalaian keluarga dan kelalaian kita dalam hal ilmu ilmu 
agama Islam.
Ipar Bukanlah Mahrom (Kedudukan Ipar dalam Islam)
Defisi mahrom menurut Imam an-Nawawi :
كل من حرم نكاحها على التأبيد بسبب مباح لحرمتها
Setiap wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, disebabkan sesuatu yang mubah, karena statusnya yang haram. (Syarah Shahih Muslim, An-Nawawi, 9:105)
Ipar (adik / kakak istri / suami) bukanlah mahrom , khususnya adik / 
kakak nya sang istri, dia hanya dilarang dinikahi selama si istri masih 
menjadi istri kita, karena terkait larangan mengumpulkan dua saudara 
sebagaimana firman Allah:
وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْن الْأُخْتَيْنِ
“(Kalian tidak boleh) menggabungkan dua perempuan bersaudara…” (QS. an-Nisa: 23)
Maksudnya, tidak boleh menikahi dua wanita bersaudara, baik saudara kandung maupun sepersusuan.
Artinya jika sang istri sudah bercerai dengan kita, dan istri sudah 
habis masa ‘iddahnya, kita boleh menikahi ipar kita tersebut.
Ipar adalah Bahaya
Melihat penjelasan diatas, maka kedudukan ipar sama halnya dengan 
kaum muslimin dan muslimah lainnya, oleh karena itulah Nabi 
memperingatkan bahayanya :
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ 
اْلأَنْصَارِ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: 
الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Hati-hati kalian masuk ke tempat para wanita!” Berkatalah 
seseorang dari kalangan Anshar, “Wahai Rasulullah! Apa pendapat anda 
dengan ipar?” Beliau menjawab, “Ipar adalah maut.” (HR. Al-Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 5638)
Ipar di sini adalah kerabat suami selain ayah dan anak laki-lakinya. Makna “Ipar adalah maut”, kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu,
 bahwa kekhawatiran terhadap ipar lebih besar daripada orang selainnya. 
Kejelekan bisa terjadi darinya dan fitnahnya lebih besar. Karena 
biasanya ia bisa masuk dengan leluasa menemui wanita yang merupakan 
istri saudaranya atau istri keponakannya, serta memungkinkan baginya 
berdua-duaan dengan si wanita tanpa ada pengingkaran, karena dianggap 
keluarga sendiri. Beda halnya kalau yang melakukan hal itu laki-laki ajnabi yang tidak ada hubungan keluarga dengan si wanita. (Al-Minhaj, 14/ 378)
Maka tak pelak lagi, untuk menjaga kemadhorotan yang terjadi lebih 
besar lagi, Nabi melarangnya secara umum untuk berkhalwat dan berduaan 
dengan Ipar, sebagaimana sabda beliau :
لا يخلون أحدكم بامرأة فإن الشيطان ثالثهما.
“Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya setan adalah orang yang ketiga.” (HR. Ahmad 1/18, Ibnu Hibban 1/436, dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Pemahaman hadits diatas pun tentu saja berlaku bagi wanita pula .
Maka ada beberapa hal yang sebaiknya kita perhatikan dalam bergaul dengan Ipar : 
1. Memisahkan ipar dari tempat tinggal suami dan istri
2. Jika memang terpaksa 1 rumah, maka ini 
sebuah perkara yang berat, suami / istri mesti benar benar menjaga diri 
mereka dan memberikan pengertian pula pada iparnya , sehingga mereka 
benar benar bisa saling menjaga pandangan, menjaga aurat dan menjaga 
diri dan hati masing-masing, dan ini sangat berat, karena menjaga 
khalwat, menjaga segala sesuatunya bukan sebuah hal yang sangat mudah. akan sanggupkah kita ?
3. Menjaga pergaulan, sehingga memberlakukan ipar 
sebagaimana muslim / muslimah lainnya yang bukan mahromnya, artinya 
tidak halal memboncengnya, tidak halal menyentuh kulitnya, dan lain 
lainnya..
Jalan terbaik tentulah menjaga dan menutup pintu fitnah bagi keluarga
 kita, karena tak sedikit kasus perselingkuhan terjadi akibat tidak 
adanya batasan antara kita dengan ipar, wal’iyadzubillah ..
Disusun Oleh : Muhammad Yusuf Abu Iram