Jika Istri Tidak Hamil Juga
Saturday, 21 February 2015
Seorang wanita merasa risau karena tidak kunjung hamil, sehingga terkadang dia menyendiri sambil menangis dan banyak melamun serta tidak menyukai kehidupan ini.
Nasihat yang baik hendaknya selalu diberikan ooleh orang tua maupun sang suami kepada istri yang tidak hamil juga tersebut agar ia tetap berfikiran positif.
Hendaknya wanita tersebut tidak merasa cemas dan menangis disebabkan belum hamil, karena bagi suami istri untuk mendapatkan seorang anak, baik anak laki-laki saja atau hanya perempuan saja ataupun laki-laki dan perempaun atau tidak memiliki anak sama sekali, semua di bawah takdir Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.” (Qs. asy-Syura: 49-50).
Allah ‘Azza wa Jalla lebih mengetahui siapa yang berhak untuk dianugerahi hal ini. Dia Maha Berkehendak atas apa yang Dia inginkan dari perbedaan manusia dalam mendapatkan karunia tersebut. Ada teladan yang baik bagi penanya pada diri Yahya bin Zakaria dan Isa bin Maryam ‘alaihish-shalatu was salam [demikian pula kesabaran Nabi Ibrahim dan Zakariya ‘alaihish-shalatu was salam dalam berdoa agar dikaruniai anak sampai di usia senja sekalipun, sangat indah untuk dijadikan qudwah hasanah (teladan yang baik)], yang mana keduanya pun tidak dikaruniai anak. Maka wajib untuk ridha atas takdir Allah dan meminta hajatnya, sesungguhnya Allah memiliki hikmah yang dalam dan Dia Maha Berkehendak lagi Mahakuasa.
Dan tidak mengapa untuk berkonsultasi kepada dokter perempuan yang spesialis atau dokter laki-laki jika tidak ada dokter wanita; mudah-mudahan dapat mengobati penyebab tidak bisa punya anak atau faktor-faktor penghambat kehamilan lainnya. Demikian pula suami hendaknya berkonsultasi juga kepada dokter, karena boleh jadi penghalang untuk mendapatkan anak adalah dari dirinya sendiri.
Wabillahit taufiq shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wasallam. (Fatawa al-Lajnah Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiyyah wal Ifta’, 3/530-531)
Sumber: Majalah al-Mawaddah, Edisi 7 Tahun I ,Shafar 1429 H – Februari 2008
Dipublikasikan oleh www.Konsultasi Syariah.com
Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.” (Qs. asy-Syura: 49-50).
Allah ‘Azza wa Jalla lebih mengetahui siapa yang berhak untuk dianugerahi hal ini. Dia Maha Berkehendak atas apa yang Dia inginkan dari perbedaan manusia dalam mendapatkan karunia tersebut. Ada teladan yang baik bagi penanya pada diri Yahya bin Zakaria dan Isa bin Maryam ‘alaihish-shalatu was salam [demikian pula kesabaran Nabi Ibrahim dan Zakariya ‘alaihish-shalatu was salam dalam berdoa agar dikaruniai anak sampai di usia senja sekalipun, sangat indah untuk dijadikan qudwah hasanah (teladan yang baik)], yang mana keduanya pun tidak dikaruniai anak. Maka wajib untuk ridha atas takdir Allah dan meminta hajatnya, sesungguhnya Allah memiliki hikmah yang dalam dan Dia Maha Berkehendak lagi Mahakuasa.
Dan tidak mengapa untuk berkonsultasi kepada dokter perempuan yang spesialis atau dokter laki-laki jika tidak ada dokter wanita; mudah-mudahan dapat mengobati penyebab tidak bisa punya anak atau faktor-faktor penghambat kehamilan lainnya. Demikian pula suami hendaknya berkonsultasi juga kepada dokter, karena boleh jadi penghalang untuk mendapatkan anak adalah dari dirinya sendiri.
Wabillahit taufiq shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wasallam. (Fatawa al-Lajnah Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiyyah wal Ifta’, 3/530-531)
Sumber: Majalah al-Mawaddah, Edisi 7 Tahun I ,Shafar 1429 H – Februari 2008
Dipublikasikan oleh www.Konsultasi Syariah.com