Tata Cara Puasa Syawal
Tuesday, 14 July 2015
Pertanyaan:
Bagaimanakan tuntunan Islam dalam melaksanakan puasa Syawal?
Jawaban:
Dari Abu Ayyub radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر
“Siapa saja yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal, maka itulah puasa satu tahun.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Tata cara puasa Syawal
Ulama berselisih pendapat tentang tata cara yang paling baik dalam melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal.
Pendapat pertama, dianjurkan untuk menjalankan puasa Syawal
secara berturut-turut, sejak awal bulan. Ini adalah pendapat Imam
Syafi’i dan Ibnul Mubarak. Pendapat ini didasari sebuah hadis, namun
hadisnya lemah.
Pendapat kedua, tidak ada beda dalam keutamaan,
antara dilakukan secara berturut-turut dengan dilakukan secara
terpisah-pisah. Ini adalah pendapat Imam Waki’ dan Imam Ahmad.
Pendapat ketiga, tidak boleh melaksanakan puasa
persis setelah Idul Fitri karena itu adalah hari makan dan minum. Namun,
sebaiknya puasanya dilakukan sekitar tengah bulan. Ini adalah pendapat
Ma’mar, Abdurrazaq, dan diriwayatkan dari Atha’. Kata Ibnu Rajab, “Ini
adalah pendapat yang aneh.” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 384–385)
Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat yang
menyatakan bolehnya puasa Syawal tanpa berurutan. Keutamaannya sama
dengan puasa Syawal secara terpisah. Syekh Abdul Aziz bin Baz ditanya
tentang puasa Syawal, apakah harus berurutan?
Beliau menjelaskan, “Puasa 6 hari di bulan Syawal adalah sunah yang sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Boleh dikerjakan secara berurutan atau terpisah karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keterangan secara umum terkait
pelaksanaan puasa Syawal, dan beliau tidak menjelaskan apakah berurutan
ataukah terpisah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal ….‘ (Hadis riwayat Muslim, dalam Shahih-nya)
Wa billahit taufiiq ….” (Majmu’ Fatwa wa Maqalat Ibni Baz, jilid 15, hlm. 391)
Boleh puasa di tanggal 2 Syawal
Ibnu Rajab mengatakan, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak
dimakruhkan puasa pada hari kedua setelah hari raya (tanggal 2 Syawal).
Ini sebagaimana diisyaratkan dalam hadis dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seseorang, ‘Jika kamu sudah selesai berhari raya, berpuasalah.’ (H.r. Ahmad, no. 19852).” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 385)
Antara qadha dan puasa Syawal
Keutamaan puasa Syawal hanya diperoleh jika puasa Ramadan telah selesai
Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin mengatakan, “Setiap orang perlu
memerhatikan bahwa keutamaan puasa Syawal ini tidak bisa diperoleh
kecuali jika puasa Ramadan telah dilaksanakan semuanya. Oleh karena itu,
jika seseorang memiliki tanggungan qadha Ramadan, hendaknya dia bayar dulu qadha Ramadan-nya, baru kemudian melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal. Jika dia berpuasa Syawal sementara belum meng-qadha
utang puasa Ramadhan-nya maka dia tidak mendapatkan pahala keutamaan
puasa Syawal, tanpa memandang perbedaan pendapat, apakah puasanya
sebelum qadha itu sah ataukah tidak sah.
Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian dia ikuti dengan …” sementara orang yang punya kewajiban qadha puasa Ramadan baru berpuasa di sebagian Ramadan dan belum dianggap telah berpuasa Ramadan (penuh).
Boleh melaksanakan puasa sunah secara berurutan atau terpisah-pisah.
Namun, mengerjakannya dengan berurutan, itu lebih utama karena
menunjukkan sikap bersegera dalam melaksanakan kebaikan, dan tidak
menunda-nunda amal yang bisa menyebabkan tidak jadi beramal.” (Fatawa Ibni Utsaimin, kitab “Ad-Da’wah“, 1:52–53)
Keterangan dari Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, “Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Yang lebih tepat, mendahulukan qadha Ramadan sebelum melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal atau puasa sunah lainnya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal, maka itulah puasa satu tahun.’ (H.r. Muslim). Siapa saja yang berpuasa Syawal sebelum qadha puasa Ramadan maka dia tidak dianggap ‘mengikuti puasa Ramadan dengan puasa Syawal’, namun hanya sebatas ‘mengikuti SEBAGIAN puasa Ramadan dengan puasa Syawal,’ karena qadha itu hukumnya wajib dan puasa Syawal hukumnya sunah. Ibadah wajib lebih layak untuk diperhatikan dan diutamakan.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, jilid 15, hlm. 392, Syekh Abdul Aziz bin Baz)
Bolehkah puasa sunah Syawal sebelum qadha?
Keterangan dari Syekh Khalid Al-Mushlih,
“Bismillahirrahmanirrahim.
Ulama berbeda pendapat tentang bolehnya berpuasa sunah sebelum menyelesaikan qadha puasa Ramadan. Secara umum, ada dua pendapat:
Pertama, bolehnya puasa sunah sebelum qadha puasa
Ramadan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Ada yang mengatakan boleh
secara mutlak dan ada yang mengatakan boleh tetapi makruh.
Al-Hanafiyah berpendapat, ‘Boleh melakukan puasa sunah sebelum
qadha Ramadan karena qadha tidak wajib dikerjakan segera. Namun,
kewajiban qadha sifatnya longgar. Ini merupakan salah riwayat pendapat Imam Ahmad.’
Adapun Malikiyah dan Syafi’iyah menyatakan bahwa boleh berpuasa sunah sebelum qadha, tetapi hukumnya makruh, karena hal ini menunjukkan sikap lebih menyibukkan diri dengan amalan sunah sebelum qadha, sebagai bentuk mengakhirkan kewajiban.
Kedua, haram melaksanakan puasa sunah sebelum qadha puasa Ramadan. Ini adalah pendapat Mazhab Hanbali.
Pendapat yang kuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan bolehnya puasa sunah sebelum qadha karena waktu meng-qadha cukup longgar, dan mengatakan tidak boleh puasa sunnah sebelum qadha itu butuh dalil. Sementara, tidak ada dalil yang bisa dijadikan acuan dalam hal ini.” (Sumber: http://www.saaid.net/mktarat/12/10-2.htm)
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)